Thursday 3 April 2008

Damai Dalam Hati


Saat jiwa sedang dalam sebuah ujian, nampaknya berat sekali untuk menemukan kebahagiaan. Pikiran yang sebelumnya terbuka, kini menjadi tertutup. Kenangan-kenangan yang penuh dengan kenikmatan, kini menjadi alasan untuk melihat ke masa lalu dan bersedih saat melihat ke masa sekarang. Kapankah kita akan sadar bahwa memang cobaan tidak hanya datang sekali, tidak dua kali, namun berkali-kali sepanjang hidup kita. Saat satu cobaan selesai, apakah kita tidak ingat bahwa suatu saat itu akan datang lagi untuk menguji kita kembali?

Kadang kita berpikir bahwa cobaan adalah sebuah kejadian yang harus kita lewati, seperti kecelakaan, kegagalan, rasa sakit, ataupun meninggalnya seseorang yang kita cintai. Namun, mungkin cobaan tak harus berbentuk sebuah kejadian.

Mungkin cobaan bisa saja berupa sebuah kurun waktu, di mana hati ini penuh dengan kegelisahan, pikiran ini penuh dengan kekhawatiran, dan jiwa ini penuh dengan rasa haus akan kasih sayang.

Baik rasa kasih sayang dari keluarga, orang yang kita cintai, maupun dari Tuhan kita. Dan saat-saat seperti inilah kita baru menyadari pentingnya kedamaian hati yang dulu kita punya. Saat-saat seperti inilah kita baru menyadari nikmatnya sebuah rasa nyaman dalam hati yang Tuhan dulu beri kepada kita secara cuma-cuma, namun kita selalu lupa untuk mensyukurinya. Saat-saat seperti inilah kita baru sadar dan mengakui, bahwa kita benar-benar membutuhkannya kembali.

Namun, sebagaimana kebahagiaan yang dulu ada kini telah hilang, akan datang pula sebuah kurun waktu dimana kebahagiaanlah yang akan berpihak kepada kita. Sabar, ikhlas dan doa adalah kuncinya! Para nabi benar-benar banyak diberikan masa dimana mereka hanya mampu bertahan hidup dengan kesabaran dan doa, lalu siapakah kita yang menginginkan derajat yang tinggi, setinggi para nabi, namun menolak untuk melewati masa-masa ini?

Dengan keikhlasan kita mampu melewati ini. Kadang kita berpikir bahwa kita hanya sendiri dalam melewati sebuah cobaan. Namun, jika memang benar semua orang yang merasa dalam kesendirian berpikir demikian, maka kita semua sebenarnya sedang melewatinya bersama-sama.