Sunday 19 July 2009

Pencarian Rasa Syukur


Masih ingatkah engkau akan masa-masa kecilmu dahulu? Mungkin kebanyakan dari kita akan mengingatnya dengan penuh senyuman dan kegembiraan. Masa kanak-kanak dulu terasa seperti waktu yang ringan, waktu yang tak terisi dengan cemas, gundah dan gelisah. Di masa itu ada orang tua yang selalu mengurusi dan memperhatikan kita. Di masa itu ada teman-teman yang menjadi kawan bermain kita. Di masa itu ada masa depan yang tak pernah kita duga akan menjadi sebuah perjalanan yang cukup berliku. Masa kecil dahulu kita jalani dengan penuh ketenangan dan keyakinan bahwa semua akan baik-baik saja.

Dan seiring dengan berjalannya waktu, kita menyadari bahwa cobaan dan rintangan datang silih berganti. Kadang kita dihadapi oleh cobaan ringan yang bisa kita atasi namun cukup mengganggu hati ini. Dan kadang pula kita dihadapi oleh ujian yang sangat besar, yang membuat kita menyadari betapa lemahnya diri ini, dan betapa tidak mampunya kita melewati semua ini tanpa bantuanNya. Cobaan-cobaan yang telah kita lewatipun tidak pergi begitu saja. Setiap cobaan itu meninggalkan bekas di hati ini, yang membuat kita tidak lagi tertawa seperti dulu, yang membuat kita tidak lagi gembira seperti yang dulu.


Namun di balik semua itu, yakinlah bahwa hidup di bumi ini adalah sebuah ujian panjang yang harus kita lewati. Hiduplah di bumi ini bagaikan seorang musafir, yang tidak pernah terganggu oleh hambatan-hambatan dalam perjalanannya selama ia sampai ke tujuan!

Dan ketahuilah bahwa masih jauh lebih banyak hal yang bisa disyukuri daripada yang harus disedihkan.

Menggembirakan dan membersihkan hati memang bukanlah perihal yang mudah. Namun orang-orang yang tinggi derajatnya di bumi ini adalah mereka yang bisa melewati lika-liku hidup dengan hati yang tidak pernah menyerah, dengan hati yang tidak pernah lumpuh.

Dan apalagi yang kau cemaskan? Apalagi yang harus kau sedihkan? Bukalah matamu dan lihat ke sekitar, betapa banyaknya nikmat yang bisa disyukuri. Seandainya kita mau membuka hati ini, kita akan menyadari selalu ada hal yang baik di tengah-tengah segala kekurangan.

Wednesday 15 July 2009

Pahlawan Sejati


Sebagai makhluk sosial, kita selalu berusaha untuk hidup bermasyarakat. Kita coba semampu kita untuk membantu sesama, baik berupa bantuan fisik, materi maupun doa. Namun di tengah pertolongan-pertolongan itu, seringkali muncul sebuah penyakit hati yang dapat merusak nilai ketulusan. Penyakit hati itu adalah riya yang datangnya dengan sangat sembunyi-sembunyi.

Itulah sebabnya mengapa riya diumpamakan seperti semut hitam yang merayap di atas batu yang hitam di dalam kegelapan malam.

Kadang mungkin kita merasa tersia-siakan jika bantuan kita tidak dipedulikan oleh orang lain. Mungkin memang sudah alamnya manusia untuk selalu menginginkan apresiasi atas usaha yang sudah dilakukan. Banyak dari kita yang mungkin tidak menyadari betapa sudah seringnya kita menjadi orang yang riya. Seberapa seringnyakah kita menginginkan agar kita dibanggakan oleh orang lain? Seberapa seringnyakah kita menginginkan agar nama kita diucap dan dielu-elukan orang-orang di sekitar kita? Dan pernahkah kita mendoakan orang lain dengan berharap agar orang itu mengetahui bahwa kita mendoakannya?

Jadilah kita seperti para pahlawan sejati, kita berbuat keadilan dan menjunjung tinggi kebenaran bukan karena berharap sanjungan, tapi karena itu menjadi alam kita. Jadilah kita seperti orang-orang yang beriman, yang berbuat amal baik bukan karena mengharap surga, dan yang menjauhi amal buruk bukan karena menghindari neraka, tapi karena itu menjadi alam kita yang selalu ingin dekat denganNya. Sekuat apakah kita mampu menahan ego ini? Semampu apakah kita untuk mengutamakan kebahagiaan orang lain daripada kebanggaan diri ini? Lupakanlah angan-angan mencari sanjungan itu karena sifatnya hanya sementara, namun jiwa kepahlawananmu adalah untuk kau simpan selamanya.

"The true hero doesn't seek adulation, he fights for right and justice simply because it's his nature." - Sheldon Cooper